Pentingnya Bahasa Indonesia
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan belum mendapat tempat di hati generasi bangsa. Hari
kelahiran bahasa Indonesia tanggal 2 Mei juga belum diketahui secara
luas. Bahkan kedudukan bahasa Indonesia sebagai salah satu mata
pelajaran pokok acap kali disepelekan dan dianggap sebagai pelajaran
yang paling membosankan.
Keberagaman yang dimiliki bangsa
Indonesia merupakan anugerah melimpah dari Tuhan Yang Maha Esa. Negara
kita adalah negara yang terbentang dari sabang sampai merauke. Terdiri
dari beribu pulau, beraneka ragam suku, adat dan budaya yang menjadi
satu bagian yaitu negara Indonesia. Setiap suku di negara Indonesia
memiliki kebudayaan yang beragam, dimana setiap suku mempunyai adat
istiadat berbeda-beda pula, termasuk cara bertutur (berbahasa).
Penggunaan bahasa dalam satu rumpun
kebudayaan yang sama hanya terjadi dalam komunikasi antar masyarakat
dalam lingkup daerah tertentu. Seperti masyarakat Padang, menggunakan
bahasa Minang untuk berkomunikasi antar sesama orang Padang dan
masyarakat Jawa menggunakan bahasa Jawa untuk kepentingan komunikasi
antar sesama orang Jawa. Hal tersebut menjadi kendala apabila di suatu
daerah terdapat kumpulan warga yang berbeda, terdiri dari kumpulan
masyarakat dengan latar belakang budaya yang tidak sama. Maka dibutuhkan
bahasa yang dapat menjembatani kesulitan berkomunikasi dan sekaligus
mempersatukan masyarakat.
Dengan latar belakang keragaman
itulah pada tanggal 28 Oktober 1928 masyarakat Indonesia menyatukan
kebinekaan dan menyamakan tekad kebahasaan nasional. Termasuk dalam
salah satu butir Sumpah Pemuda yang berbunyi, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Dengan adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, hambatan
komunikasi yang disebabkan berbeda latar belakang sosial, budaya, dan
bahasa daerah dapat teratasi dengan bahasa pemersatu yaitu bahasa
Indonesia.
Pada kitab UUD 1945 menerangkan
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangatlah kuat.
Pasal 36 berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Penjabaran
pasal ini secara lebih luas dapat diartikan bahwa penggunaan bahasa
Indonesia menjadi kewajiban untuk setiap kepentingan kenegaraan dan
urusan tata pemerintahan. Konsekuensinya, usaha pelestarian, pembinaan,
dan mengembangan bahasa Indonesia menjadi tanggung jawab setiap warga
negara.
Pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia secara baik dan benar menjadi prioritas. Sehingga peningkatan,
mengembangkan dan pelestarian bahasa Indoesia mencakupi semua lembaga
pendidikan dan menjangkau masyarakat luas. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal, dijadikan tempat yang mempunyai peran penting dan
stratergis untuk melaksanakan tugas tersebut. Pentingnya pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia diajarkan di semua jenjang pendidikan,
mulai tingkat dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Oleh karenanya,
mata pelajaran bahasa Indonesia dijadikan mata pelajaran pokok yang
wajib diikuti dan dimasukkan ke dalam syarat kelulusan ujian disetiap
jenjang pendidikan.
Namun yang perlu dicermati, semakin
pentingnya kedudukan bahasa Indonesia dan semakin optimalnya intensitas
pembelajaran bahasa, pada kenyataanya tidak cukup berhasil untuk
mencetak generasi yang cinta dan terampil dengan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas, Ramly Mansyur dalam Tempo (2011)
mengungkapkan bahwa dua tahun terakhir, pelajaran bahasa Indonesia
memiliki nilai rata-rata lebih terendah jika dibandingkan dengan mata
pelajaran yang lain, hingga menjadi momok bagi siswa. Hal itu terlihat
dari hasil UN murni tahun 2011. Menurut catatan panitia pusat, rata-rata
nilai UN bahasa Indonesia tingkat sekolah menengah pertama dan
sederajat sebesar 7,12. Dengan nilai terendah 0,40 atau hanya benar dua
butir soal dan nilai tertinggi 10,00. Nilai tersebut lebih rendah dari
rata-rata mata pelajaran lainnya, yaitu bahasa Inggris sebesar 7,52,
Matematika sebesar 7,30, dan IPA sebesar 7,41.
Rendah nilai UN bahasa Indonesia
karena mata pelajaran ini dianggap mudah dan sepele oleh sebagian siswa,
bila tidak mau dikatakan semuanya. Salah satunya karena pelajaran ini
mempelajari materi yang menjadi bahasa keseharian seseorang dalam
berkomunikasi. Akibatnya siswa kurang melakukan persiapan ketika
menghadapi ujian bahasa Indonesia. Berbeda dengan mata pelajaran lain
yang memiliki perhatian dan konsentrasi yang berbeda sehingga diberikan
waktu yang istimewa ketika menghadapinya. Disisi lain penggunaan bahasa
Indonesia yang sesuai dengan kaidah yang benar juga membingungkan.
Kurangnya perhatian masyarakat terhadap kodifikasi bahasa yang baku
membuat mereka terjebak dalam penggunaan bahasa dengan mutu yang rendah.
Sehingga lahirlah bahasa Indonesia yang memiliki kerancuan
menggunakannya.
Tidak hanya kemampuan berbahasa
Indonesia siswa yang rendah. Kemampuan bahasa Indonesia para guru juga
belum optimal. Dari laporan uji kemahiran bahasa Indonesia oleh Pusat
Bahasa Depdiknas tahun 2011, dari 2000 guru bahasa Indonesia di 14
provinsi yang menjadi sampel, menunjukkan bahwa tingkat kemahiran
berbahasa Indonesia bagi guru-guru hanya memiliki rentang skor 749-225
dengan predikat sangat unggul-semenjana. Tidak ada predikat istimewa
(816-900).
Melihat persoalan di atas, tidak
ada kata lain, kecuali menegaskan kembali pentingnya pemakaian bahasa
Indonesia dengan kaidah yang baik dan benar. Hal ini disamping dapat
dimulai dari diri sendiri, juga perlu didukung oleh pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah.
Pembelajaran bahasa Indonesia tidak
lepas dari belajar membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Aktivitas
menyimak dan membaca merupakan awal dari setiap pembelajaran bahasa.
Dengan menyimak dan membaca, dapat menguatkan kemampuan siswa untuk memahami setiap maksud yang disampaikan oleh menutur baik dalam bentuk lisan dan/atau tulisan.
Siswa dilatih mengingat, meneliti kata-kata istilah dan memaknainya.
Selain itu juga akan menemukan informasi yang belum diketahuinya.
Dengan menulis dan berbicara, siswa dapat merefleksikan hasil bacaan dan pengamatannya. Kemampuan
berbahasa ekspresif yang secara produktif dapat menghasilkan tuturan
bermakna dalam bentuk lisan dan tulisan sehingga difahami. Siswa dapat
mengaktualisasikan setiap realitas yang terlihat dalam bentuk komunikasi
dengan orang lain.
Untuk menopang semua itu, guru
bahasa Indonesia seyogyanya memotivasi siswa agar rajin membaca, salah
satunya membaca surat kabar. Dengan membaca surat kabar setiap hari,
ilmu pengetahuan siswa akan bertambah. Tanpa disadari sebenarnya mereka
juga sedang belajar bahasa Indonesia. Dengan bekal ilmu tersebut, siswa
berhasrat menyampaikan pendapatnya (mampu beropini) baik lisan atau
tulisan. Selanjutnya, siswa pun mampu beropini melalui surat kabar
berani mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang logis dan santun.
0 komentar: