Model Pembaharuan pada Sekolah Menengah Umum : Pengalaman Indonesia
Keinginan untuk
meningkatkan mutu Sekolah Menengah Umum di Indonesia merupakan
perhatian utama dari Proyek Peningkatan Mutu Sekolah Menengah Umum (ADB
Loan # 1360 INO). Proyek ini menekankan pada pengembangan sarana,
persiapan bahan pengajaran dan dukungan konsultan dalam hal pelaksanaan
kurikulum, pengembangan buku teks, peningkatan sistem ujian,
peningkatan pelayanan penataran guru, peningkatan pembinaan guru,
peningkatan supervisi akademik, perawatan preventif, merancang kembali
dan melaksanakan program laboratorium bahasa, serta mengembangkan model
pengembangan dan pelaksanaan manajemen Sekolah Menengah Umum.
Kegiatan konsultasi untuk
pengembangan model Sekolah Menengah Umum yang semula adalah untuk
menciptakan beberapa sekolah model untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
khusus.. Namun, kemudian tim konsultan ditugaskan untuk menangani
kegiatan ini bersama-sama dengan staf Dikmenum dan semua menyetujui
bahwa konsep sekolah model yang lama tidak efektif dalam melaksanakan pengembangan sekolah.
Konsep baru bagi model "pengembangan sekolah" telah didiskusikan oleh
para konsultan Internasional, konsultan Nasional dan staf Dikmenum.
Konsep "model" yang tradisional bergantung kepada gambaran sekolah yang
sangat baik dan memperoleh tambahan input (uang, pelatihan, fasilitas
dan sumber pembelajaran) menciptakan adanya model yang bagus yang akan
ditiru oleh sekolah lain. Masalah yang terlihat jelas untuk pendekatan
ini adalah bahwa sekolah biasa akan sulit untuk diubah menjadi sekolah
yang bagus apalagi menjadi sekolah model. Masalah kedua adalah apabila
input yang sama tidak diterapkan pada sekolah biasa, peniruan model
tidak akan difasilitasi. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini lihat
Lampiran A.
Sebagai alternatif, mereka yang
terlibat dalam sekolah model memilih untuk merencanakan langkah yang
berbeda dalam pembuatan konsep pengembangan sekolah "model". Kunjungan
ke beberapa sekolah di wilayah yang berbeda oleh para konsultan membawa
hasil akan kayanya informasi mengenai prakarsa Sekolah Menengah Umum
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sekolah setempat. Usaha
inovatif ini menunjukkan bahwa kemampuan untuk meningkatkan mutu
sekolah basisnya ada pada tingkat sekolah. Dari sini jelas sekali
terlihat oleh para konsultan, bahwa sekolah yang mengalami peningkatan
dan pengembangan adalah yang dapat mewakili model pengembangan sekolah.
Fokusnya adalah pada "proses" yang dialami oleh sekolah ketika mutu
pendidikan meningkat. Apa yang terjadi di dalam sekolah yang membuat
adanya pergeseran menuju kepada sekolah yang lebih efektif ? Dari sudut
pandang ini konsep "model" pengembangan sekolah muncul. Perhatian kami
ditujukan pada identifikasi apa yang terjadi di sekolah yang mengalami
peningkatan atau perkembangan.
Untuk menjawab pertanyaan tentang
"proses" pembaharuan, para konsultan mengajukan usul untuk mempelajari
sejumlah kecil sekolah yang telah mengalami perkembangan. Dengan
mengadakan penelitian pada sekolah-sekolah tersebut, para konsultan
berharap akan menemukan beberapa sebutan nama umum yang dapat digunakan
untuk Pengembangan Sekolah Model atau yang biasa disebut "model
pembaharuan". Dengan menganggap bahwa ada beberapa sebutan nama umum di
antara sekolah-sekolah, ciri-ciri ini dapat dikembangkan menjadi model
bagi sekolah lain. Jika demikian maka model tersebut adalah yang
didasarkan pada pengalaman nyata pada sekolah-sekolah di Indonesia, sesuatu yang dapat ditiru dan dapat dikerjakan oleh sekolah-sekolah lain.
Delapan Sekolah Menengah Umum dari
Jawa Barat, D.I. Yogyakarta dan Jawa Timur, telah dipilih karena
sekolah-sekolah tersebut telah menunjukkan beberapa tingkat
perkembangan selama satu atau dua tahun terakhir ini. Tim konsultan
mengadakan wawancara yang intensif dengan Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, Guru, Orang tua siswa, Siswa dan Tokoh Masyarakat (lihat
Lampiran B sekolah-sekolah yang berperan serta di dalam program dan
Lampiran C untuk Pertanyaan Wawancara). Pada beberapa kasus, wakil dari
Kandep juga diwawancarai. Setelah semua sekolah diwawancarai, data
tersebut diringkas dan dibandingkan sebagai pengalaman biasa.
Semua sekolah itu tampaknya kurang
efektif atau hanya bertahan sebelum kehadiran Kepala Sekolah yang
sekarang. Pengembangan sekolah sebelumnya dibatasi oleh sedikitnya
peningkatan sarana. Pada semua kasus, Kepala Sekolah yang baru telah
mencoba mengadakan penilaian mengenai kondisi sekolah baik secara
formal maupun informal untuk merumuskan tujuan sekolah. Untuk mencapai
tujuan ini, beberapa karakteristik mendasari pengembangan sekolah telah
diamati. Karakteristik berikut ini menggambarkan tema biasa yang dapat
dipelajari dari delapan model "Pengembangan Sekolah" (Pengembangan
Sekolah Model).
Komunikasi yang lebih terbuka: secara umum komunikasi di antara para pemegang peran meningkat dari sebelumnya.
Ada beberapa perbedaan tingkat keterbukaan dan cara pendekatan yang
dikomunikasikan pada setiap sekolah. Pada beberapa sekolah, semua yang
terlibat dan masalah-masalah disampaikan untuk menjadi perhatian para
pemegang peran melalui rapat, diskusi informal dan surat (kepada orang
tua siswa) atau melalui kegiatan sekolah biasa (misalnya pada upacara
bendera setiap hari Senin). Pada sekolah lain frekuensi dan kesempatan
untuk menerima umpan balik sangat kurang, walaupun pemegang peran
merasa bahwa keadaan sekarang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan
adanya komunikasi yang lebih terbuka / transparan, maka para pemegang
peran akan merasa lebih positif mengenai sekolah. Hal ini dapat
menciptakan dasar yang kuat untuk mendukung pengembangan sekolah
melalui peran serta para pemegang peran.
Pengambilan keputusan bersama: secara umum para pemegang peran mengalami lebih banyak tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
Tingkat pengambilan keputusan yang harus diambil oleh para pemegang
peran berbeda antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Seluruh
pemegang peran mengalami peningkatan tanggung jawab dalam pengambilan
keputusan dibandingkan dengan sebelumnya. Para pemegang peran merasa
lebih terlibat di dalam proses tersebut dan yakin bahwa Kepala Sekolah
menghargai pendapat mereka. Hirarki pengambilan keputusan telah
ditetapkan dan menunjukkan keputusan apa dan oleh siapa yang diperoleh
bagi masing-masing pemegang peran.
Memperhatikan Kebutuhan Guru : perhatian dan kemampuan sekolah terhadap hal ini dapat memberikan berbagai tingkatan motivasi pada guru.
Kebutuhan guru termasuk juga kesejahteraan pribadi, pengembangan
profesional dan bantuan dalam pengajaran. Apabila kesejahteraan guru
terjamin, guru dapat memberi perhatian yang lebih kepada pengajaran.
Guru didukung untuk meningkatkan kualifikasi ke tingkat S1 dan didorong
untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Dukungan dari kepala
sekolah mengenai kenaikan pangkat bagi pegawai negeri dan kebutuhan
pengembangan profesional dikomunikasikan kepada guru, bahwa hal
tersebut penting demi tercapainya tujuan pendidikan sekolah. Akhirnya
beberapa sekolah menyediakan bantuan pengajaran langsung dengan
mengalokasikan dana untuk bahan pengajaran, pengembangan perpustakaan
dan mengizinkan guru untuk lebih kreatif didalam kelas.
Memperhatikan Kebutuhan Siswa: sekolah yang memperhatikan kebutuhan siswa lebih diterima oleh siswa, orang tua dan masyarakat.
Kebutuhan siswa termasuk pula peningkatan pengajaran, memberikan waktu
pengajaran tambahan untuk persiapan EBTANAS, menambah kegiatan ekstra
kurikuler, melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan mengenai
masalah-masalah mereka, serta mengembangkan program pelatihan
keterampilan (ekstra kurikuler) untuk mempersiapkan ke dunia kerja.
Semua sekolah yang melakukan pembaharuan yakin, bahwa sekolah perlu
dijadikan tempat yang menyenangkan bagi para siswa sehingga merasa
betah berada di sana. Dengan memberikan ketrampilan yang menarik dan
peningkatan kegiatan ekstra, siswa akan lebih termotivasi untuk pergi
ke sekolah. Salah satu hasilnya adalah apabila kebutuhan siswa
diperhatikan, siswa dari kecamatan lain akan tertarik untuk bergabung.
Keterpaduan Sekolah dan Masyarakat: sekolah mempunyai peran sosial yang penting dalam masyarakat. Yang termasuk masyarakat dalam konteks ini adalah orang tua siswa dan masyarakat setempat. BP3
adalah alat utama untuk saling bertemu bagi sekolah dan orang tua
siswa. Biasanya rekomendasi kepala sekolah dikaji ulang dalam rapat BP3
dan anggotanya memutuskan rekomendasi mana yang akan didukung sebagai
masalah utama yang perlu didanai. Rekomendasi kepala sekolah didasarkan
pada perhatian tersebut, namun tercermin dalam pemikiran guru, siswa,
orang tua siswa dan masyarakat. Perhatian pemegang peran telah
dikomunikasikan secara formal melalui rapat (misalnya rapat guru) atau
secara informal melalui diskusi perseorangan dengan kepala sekolah.
Karakteristik di atas memberikan
kerangka kerja dalam pembuatan model pembaharuan bagi Sekolah Menengah
Umum. Mereka konsisten dengan studi lain mengenai sekolah yang efektif
di seluruh dunia. Bandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lezotte (1989), Lockheed &Levin (1990), and Squires, Huitt, &
Segars.
Usulan Model Pembaharuan Untuk Pengembangan Sekolah
Mengembangkan model pembaharuan
adalah tugas yang sulit karena proses pembaharuan adalah usaha yang
multi-dimensional. Tidak ada satu model pun yang dapat menjelaskan
dengan sempurna betapa rumitnya pengembangan sekolah. Yang akan
diusulkan oleh para konsultan adalah kerangka kerja yang memberi
pedoman pada proses pembaharuan (lihat Diagram 1). Dalam mengkaji-ulang
data pada model "pengembangan sekolah" yang telah dipilih, dua proses
utama telah diidentifikasi. Pertama, keinginan kepala sekolah untuk
meningkatkan intensitas komunikasi di antara para pemegang peran
merupakan alat untuk mengundang mereka untuk menjadi mitra dalam
transformasi sekolah (lihat insert A). Kesadaran yang lebih tinggi
tentang berbagai masalah dan pandangan para pemegang peran dapat
menciptakan peluang untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh
sekolah dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan. Kedua, dalam
menggambarkan tanggung jawab pengambilan-keputusan oleh para pemegang
peran mengakibatkan pemecahan masalah yang lebih cepat dan membebaskan
kepala sekolah untuk berfungsi sebagai fasilitator dalam pengembangan
sekolah (lihat insert B). Kedua proses tersebut menyebabkan adanya
tanggung jawab yang lebih besar bagi para pemegang peran. Hal ini
meningkatkan motivasi dan jati diri para pemegang peran. Pemegang peran
menggunakan berbagai istilah, misalnya kemitraan dan suasana
kekeluargaan untuk menggambarkan adanya hubungan yang baru di sekolah.
Komponen yang lain akan didiskusikan secara rinci pada bagian
berikutnya.
Diagram I. Model Pembaharuan untuk Pengembangan Sekolah
Salah satu keuntungan dari
model ini adalah apabila sekolah sudah mencapai tingkat-tingkat
komunikasi terbuka yang optimal dan pengambilan keputusan bersama,
sekolah dapat menjadi mandiri. Hal ini secara tidak langsung menyatakan
bahwa kepala sekolah berfungsi sebagai koordinator pada fungsi sekolah
yang berbeda. Masalah utama adalah arah pengembangan sekolah dan
identifikasi sumber keuangan untuk membantu pengembangan sekolah yang
dapat berjalan terus menerus dalam kegiatan kepala sekolah. Dalam
sistem pendidikan di mana kepala sekolah secara periodik diganti,
pendekatan ini membuat pengembangan sekolah dapat tetap dilanjutkan
meskipun kepala sekolah yang baru, baru diperkenalkan dengan
sekolahnya.
Model ini merupakan tinjauan yang
menyeluruh terhadap semua yang terlibat dalam proses pengembangan
kondisi untuk pembaharuan di sekolah. Ketika Sekolah Menengah Umum
berjalan menuju peningkatan mutu berbasis sekolah) hal ini menunjukkan kepada sekolah bahwa proses pengembangan akan tercapai.
Insert A. Menciptakan Komunikasi Terbuka Di Antara Para Pemegang Peran
Salah satu elemen inti
untuk mendorong pengembangan sekolah adalah kesempatan bagi pemegang
peran untuk menanyakan pandangan-pandangan dan pertukaran gagasan.
Melalui dialog ini dapat dicapai pemahaman yang lebih baik mengenai
kebutuhan pemegang peran yang berbeda-beda dan dasar untuk mencoba
memecahkan masalah yang biasa terjadi dan juga memecahkan konflik akan
kebutuhan diantara mereka. Model Pengembangan Sekolah memperoleh
pengalaman dalam keterbukaan dan transparansi di beberapa SMU.
Perbedaan pendekatan di antara sekolah untuk komunikasi tercermin dari
pilihan kepala sekolah. Kepala sekolah dan para guru mendukung adanya
diskusi informal dengan orang tua siswa, siswa dan anggota masyarakat
melalui pertemuan pribadi dan kegiatan sekolah atau masyarakat.
Kepala Sekolah mengumpulkan
dukungan dari diskusi dengan para guru dalam usaha pengembagnan sekolah
untuk menerima umpan balik dan mengusulkan alternatif pendekatan dan
juga masalah-masalah pengembangan lainnya. Biasanya, kepala sekolah
mengadakan rapat rutin untuk mendiskusikan masalah-masalah yang
dihadapi oleh sekolah. Anggaran sekolah didiskusikan secara terbuka dan
input bagaimana menyesuaikan anggaran agar tujuan sekolah dapat
tercapai. Kepala sekolah menerima input dari semua pemegang peran dan
mempresentasikannya kepada guru. Masalah-masalah pengembangan yang
berhubungan dengan program akademik telah diperhatikan di sekolah. Hal
lain telah mengacu pada rekomendasi BP3.
Masalah mendasar yang dirasa perlu
untuk diperhatikan oleh kepala sekolah adalah menetapkan peran guru,
siswa dan orang tua siswa. Harapan dan tanggung jawab telah ditetapkan
sehingga setiap orang mempunyai pemahaman yang jelas. Hal ini
menciptakan adanya arah dan tujuan bagi para pemegang peran. Juga
memberikan tema umum bagi pengembangan sekolah. Berdasarkan kondisi
sekolah yang ada, kepala sekolah, guru dan orang tua siswa
mengembangkan misi dan visi yang memperhatikan kebutuhan dan aspirasi
para pemegang peran.
Para Guru mampu
mengkomunikasikan perhatian dan bertukar gagasan pada rapat rutin yang
telah dijadwalkan dengan Kepala Sekolah. Hal ini bervariasi antara satu
sekolah dengan sekolah yang lain dari satu kali dalam seminggu sampai
satu kali dalam satu cawu. Guru mempunyai kebebasan untuk bertukar
pandangan, termasuk juga pandangan yang bertentangan dengan sudut
pandang kepala sekolah. Kepala sekolah yang mengkaji ulang anggaran
sekolah bersama-sama dengan para guru, menemukan dukungan lebih untuk
pelaksanaan program, khususnya apabila pandangan guru diperhatikan
dalam penyusunan program. Guru merasa bahwa mereka sebagai mitra dalam
pengembangan mutu sekolah. Rasa turut memiliki menambah minat dan peran
serta dalam program. Komunikasi yang terbuka memberikan kesempatan
kepada para guru untuk diperlakukan sebagai profesional dan memperoleh
penghormatan yang patut diterima oleh para guru.
Siswa diundang untuk terlibat
dalam diskusi dengan kepala sekolah dan guru, namun ada rasa enggan dan
rasa malu dari siswa. Dukungan dan kemauan kepala sekolah untuk
mendengarkan para siswa dapat memberikan dorongan kepada mereka.
Melalui rapat "OSIS", siswa belajar mengutarakan pendapat-pendapat
dalam suasana yang nyaman dan belajar mengatasi masalah-masalah yang
melibatkan mereka dengan cara yang terorganisasi. Juga melalui
organisasi siswa, para siswa dapat mengutarakan pandangan-pandangan dan
mengusulkan berbagai saran.
Perhatian Para Orang Tua Siswa ditujukan untuk peningkatan komunikasi. BP3
berfungsi sebagai alat untuk melibatkan para orang tua siswa dalam
berbagai prakarsa untuk pengembangan. Jadwal pertemuan-pertemuan BP3
merupakan sarana komunikasi dengan berbagai anggota di sekolah. Program
yang paling efektif adalah dengan rapat sebanyak empat kali dalam
setahun dan menginformasikan kepada anggota mengenai kegiatan
pengembangan pada setiap rapat. Orang tua siswa dapat menyampaikan
perhatian mereka, bertanya dan mengkaji ulang pengeluaran untuk
program-program yang disponsori oleh BP3 . Anggota memilih
proyek yang akan dilaksanakan dengan mengambil suara terbanyak bagi
pilihan yang ada. Begitupun juga mempunyai kesempatan untuk berbicara
kepada Kepala sekolah dan guru secara informal.
Tokoh Masyarakat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mendiskusikan masalah-masalah sekolah dan masyarakat dengan kepala sekolah dan BP3.
Tokoh masyarakat diundang pada rapat sekolah ketika masalah tertentu
yang berkaitan dengan masyarakat akan diselesaikan. Tokoh masyarakat
merasa lebih enak berbicara dengan kepala sekolah dan guru secara
informal. Terdapat hubungan informal yang kuat yang ada di antara guru
dan staf dalam hidup di tengah masyarakat dan sebagai anggota
masyarakat. Melalui interaksi formal dan informal, anggota masyarakat
menganggap sekolah sebagai komponen penting bagi pengembangan
masyarakat. Seorang tokoh masyarakat menjelaskan bahwa tanpa adanya
sekolah masyarakat perkebunan karet yang dulu akan ketinggalan.
Insert B Berbagi tanggung jawab di antara para pemegang peran
Keberhasilan Pengembangan
Sekolah Model dapat ditandai dengan terlaksananya praktek pembagian
pengambilan keputusan bersama di sekolah. Dengan pembagian tanggung
jawab di antara para pemegang peran, kepala sekolah dapat lebih memberi
perhatian pada hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan sekolah dan
strategi pendanaannya untuk pengembangan sekolah. Aspek lain dari
pembagian tanggung jawab dalam pengambilan keputusan adalah
memprofesionalkan staf serta mengajak mereka untuk bekerja lebih baik
lagi. Rasa menghargai diri sendiri dan percaya diri dapat menggantikan
sikap pesimis.
Peran Kepala Sekolah bergeser
dari pengawas menjadi fasilitator. Dengan memberikan tanggung jawab
kepada wakil kepala sekolah dan para guru dari hari ke hari,
memungkinkan bagi kepala sekolah untuk memfokuskan tenaganya pada
peningkatan program-program akademik dan cara-cara untuk mencapainya.
Dia juga dapat memberi perhatian lebih pada pembentukan hubungan antara
orang tua siswa dan masyarakat.
Para Wakil Kepala Sekolah
diharapkan dapat bertanggung jawab penuh dalam pengambilan keputusan
untuk bidangnya. Masalah-masalah yang terjadi di sekolah yang tidak
dapat diselesaikan oleh lainnya akan diperhatikan. Pada kasus yang
jarang terjadi, dan masalah yang tak dapat diatasi dibawa ke tingkat
yang lebih tinggi untuk menjadi perhatian kepala sekolah. Dengan
melaksanakan peran ini para wakil kepala sekolah memperoleh ketrampilan
kepemimpinan dan pengalaman-pengalaman yang menjamin kesinambungan
pengembangan sekolah meskipun kepala sekolah berhalangan untuk suatu
kurun waktu tertentu.
Para Guru diberikan tanggung
jawab yang lebih untuk peningkatan pengajaran dan kreatifitas di dalam
kelas. Kepala sekolah dan staf pengawas lainnya siap untuk berdiskusi
dengan para guru mengenai pendekatan inovasi di dalam kelas.
Bersama-sama mereka dapat mengevaluasi efektifitas pendekatan dan
membuat keputusan untuk keterlaksanaannya. Guru juga terlibat dengan
siswa yang bermasalah secara lansung. Apabila dibutuhkan, guru dapat
meminta orang tua siswa untuk berkunjung ke sekolah atau guru yang
mengunjungi orang tua siswa. Dengan pemberian tanggung jawab yang lebih
terhadap pencapaian akademis siswa, para guru terlatih untuk menjadi
profesional dari pada hanya sebagai pegawai.
Siswa diberi kesempatan untuk
mendiskusikan dan menyampaikan usulan yang berkenaan dengan mereka
melalui OSIS. OSIS terdiri atas wakil dari setiap kelas dan kepala
sekolah memimpin pertemuan. Wakil dari tiap kelas menyampaikan
masalah-masalah yang perlu diperhatikan pada rapat OSIS. Mereka
mendiskusikan hal tersebut dan berusaha mencari cara pemecahannya. OSIS
memperhatikan usulan kegiatan yang berfokus pada keinginan dan minat
siswa. Hal-hal yang dapat membawa pengaruh terhadap sekolah akan
dibicarakan oleh Kepala sekolah dengan para guru. Masalah-masalah lain
yang tidak menyangkut akademik akan disampaikan kepada BP3
untuk dipertimbangkan. Konsep yang diterapkan OSIS berhasil memecahkan
beberapa masalah pengembangan yang penting. Pertama, hal tersebut
membawa siswa menuju usaha pengembangan sekolah dengan memberi
perhatian pada kebutuhan mereka serta menginformasikan kepada sekolah
akan pandangannya terhadap pengembangan sekolah. Kedua, OSIS berfungsi
sebagai contoh kehidupan bernegara di mana siswa belajar berorganisasi
dan mengerti struktur politik. Hal ini juga merupakan pengalaman
pembelajaran aktif dalam pendidikan bernegara. Ketiga, memperkenalkan
dan mengembangkan potensi mereka dalam peran kepemimpinan di sekolah
atau yang lebih dari itu.
Para Orang Tua Siswa lebih
termotivasi dan berkeinginan untuk memberi sumbangan dalam kegiatan
pengembangan sekolah pada saat diberi tanggung jawab dalam mengambil
keputusan dan monitoring terhadap kegiatan sekolah yang didanai oleh BP3. Program-program BP3
yang efektif membuat para orang tua mengkaji ulang anggaran dan usulan
perubahan, memilih usulan proyek sekolah yang diharapkan untuk didanai
tahun ini, serta memonitor pelaksanaan dan pendanaan proyek tersebut.
Para orang tua siswa berharap sumbangan BP3 dapat dimanfaatkan dengan tepat dan efisien.
Tokoh Masyarakat tidak secara
langsung terlibat dalam keputusan-keputusan yang berbasis sekolah,
namun mempunyai peran penting di luar sekolah. Dalam beberapa Model
Pengembangan Sekolah, peran serta para tokoh masyarakat di sekolah dan
rapat BP3 dapat berperan baik sebagai orang tua, peserta
biasa ataupun undangan. Dengan berpartisipasi mereka dapat memberi
informasi dan sumbangan dalam rapat pengambilan keputusan. Dengan
melibatkan tokoh masyarakat, pegawai Depdikbud, pegawai pemerintah
daerah dan tokoh usahawan setempat dalam diskusi sekolah mengenai
peningkatan mutu, kepala sekolah tidak hanya mampu menjadi pendengar
yang baik terhadap persoalan yang terjadi di sekolah, namun juga
memperoleh bantuan dalam masalah lingkungan dan pembentukan kerja sama
kemitraan demi kelanjutan terhadap dukungan sekolah.
Pada bagian berikut ini disampaikan inti temuan dari
penelitian yang dilakukan pada sekolah-sekolah yang menjadi Model
Pengembangan seperti tergambar pada Diagram 1 Model Pembaharuan dalam
Pengembangan Sekolah.
Kepala Sekolah: kepala sekolah
merupakan pribadi yang menjadi inti dalam peningkatan dan pengembangan
sekolah. Para Konsultan melihat bahwa dalam Pengembangan Sekolah Model
kepala sekolah mempunyai keinginan untuk memperbaharui sekolah.
Tujuannya adalah memperhatikan kebutuhan pembelajaran siswa. Hal ini
merupakan inti dari berbagai usaha pengembangan. Kepala sekolah memandu
pemegang peran menuju pengembangan visi dan misi sekolah. Melalui
diskusi yang diadakan bagi guru dan orang tua siswa, tujuan tertentu
telah teridentifikasi untuk tiap tahun pelajaran. Melalui berbagai alat
komunikasi, kebutuhan guru dan siswa telah diketahui dan dimasukkan
dalam rencana pengembangan. Sebagai pemimpin dalam pengajaran, kepala
sekolah menetapkan peranan dari setiap pemegang peran (orang tua siswa,
siswa, guru, dan staf). Standar kedisiplinan telah dibuat dan
didiskusikan sehingga tiap orang mengetahui pentingnya menciptakan
lingkungan belajar. Untuk membantu kepala sekolah, pihak-pihak lain
telah diundang untuk memikul bersama tanggung jawab bagi keseluruhan
pengembangan sekolah. Guru diberi keleluasaan untuk mengawasi yang
lebih dalam proses pembelajaran, namun harus menunjukkan adanya
peningkatan prestasi siswa. Gagasan-gagasan telah didiskusikan dengan
kepala sekolah lalu diujicobakan. Program yang berhasil akan
dilanjutkan, yang tidak berhasil akan dibatalkan. Pemberian kesempatan
kepada guru untuk menguji gagasan-gagasan baru mendukung sejumlah
pengembangan kritis. Guru dianggap sebagai orang yang profesional dan
menganggap sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang dinamis dan
tidak membosankan. Pada akhirnya, hal ini akan membuat guru merasa
diberdayakan.
Kebutuhan guru: guru merupakan
dasar bagi semua usaha pendidikan. Mendukung mereka dalam berbagai
upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah sangat penting. Ada
tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : kesejahteraan guru,
pengembangan profesional dan bantuan dalam pengajaran. Untuk mendorong
motivasi guru, semua itu perlu diperhatikan. Model pembaharuan mencatat
adanya keterbukaan dalam komunikasi antara kepala sekolah dan para
pemegang peran lainnya. Melalui proses ini, kebutuhan guru dapat
diketahui dan dukungan yang memadai diperlukan dari kepala sekolah dan
para orang tua siswa. Pengalaman dari Pengembangan Sekolah Model
memperjelas adanya beragam cara untuk membantu guru. Kesejahteraan guru
dapat ditingkatkan melalui pemberian biaya transport, makan siang
gratis, pemberian honor tambahan untuk kelebihan jam mengajar atau
mengikuti pelatihan khusus. Kepala sekolah mempunyai perhatian lebih
dalam pengembangan profesional guru dengan mengkaji-ulang kriteria
kenaikan pangkat pegawai negeri dan membantu guru dalam hal ini dan
mendukung semua jenjang pelatihan. Semua sekolah menitikberatkan pada
peningkatan pendidikan guru, agar sekurang-kurangnya berpendidikan S1.
Hal ketiga adalah memperhatikan penyediaan bahan tambahan untuk mata
pelajaran yang diajarkan, tambahan sumber perpustakaan, peningkatan
laboratorium bahasa dan IPA, penyediaan laboratorium komputer dan
perlengkapan audio-visual.
Kebutuhan Siswa: Tujuan utama
sekolah adalah memberikan pendidikan yang baik bagi generasi muda
Indonesia. Oleh karena itu pencapaian hasil belajar siswa merupakan
perhatian utama dalam semua usaha pengembangan. Prestasi siswa
tergantung pada banyak faktor. Salah satu yang sangat menentukan adalah
motivasi belajar. Semua sekolah model menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif. Hal ini dapat tercapai melalui peranan yang jelas dari
masing-masing pemegang peran termasuk siswa dan orang tua siswa. Siswa
bertanggung jawab dalam belajar sedangkan yang lainnya membantu mereka.
Guru dan kepala sekolah menaruh harapan yang tinggi terhadap
masing-masing siswa. Apabila seluruh pemegang peran mempunyai pandangan
yang sama mengenai pentingnya pembelajaran, keajegan dalam memberikan
perhatian untuk keberhasilan siswa, hal itu merupakan pesan yang kuat
kepada siswa. Selain mempunyai pemahaman umum mengenai peranan
pendidikan, metode pengajaran dan bahan pengajaran yang tepat dan
efektif akan memperkuat prospek keberhasilan siswa. Rencana lainnya
yang dapat memberikan motivasi adalah penambahan kegiatan ekstra
kurikuler yang menarik bagi siswa. Hal ini dapat bervariasi, mulai dari
kegiatan olahraga, pendidikan keagamaan, program pelatihan ketrampilan
untuk persiapan kerja (komputer, Bahasa Inggris, Pertanian dan botani).
Peran serta siswa dalam pengambilan-keputusan merupakan sarana lain
untuk memotivasi siswa. Beberapa kepala sekolah membentuk OSIS yang
terdiri atas wakil-wakil dari setiap kelas untuk mendiskusikan kepada
kepala sekolah apa yang menjadi perhatian siswa. Dalam hal ini siswa
mengidentifikasi sendiri apa kebutuhan mereka yang dapat memberi
sumbangan kepada pengembangan sekolah. Beberapa usulan kegiatan,
pelaksanaannya menjadi tangung jawab siswa. Masalah-masalah lain yang
juga menjadi perhatian dari semua sekolah adalah kebutuhan akan adanya
lingkungan yang aman bagi siswa (dan guru) untuk datang ke sekolah.
Semua sekolah menyatakan adanya kebutuhan akan adanya pagar yang dapat
melindungi mereka dari hewan maupun orang yang tidak diinginkan serta
mencegah siswa berkeliaran di luar. Dinding atau pagar yang
mengelilingi lingkungan sekolah merupakan simbol yang menyatakan bahwa
sekolah adalah tempat belajar bagi siswa. Hal ini merupakan masalah
penting bagi semua sekolah.
Satu hasil penting yang tersirat
namun belum diteliti adalah bahwa sekolah-sekolah tersebut sebelumnya
hanya menarik bagi siswa di Kecamatan yang bersangkutan. Tetapi
sekarang ini, sekolah dapat menarik perhatian siswa dari Kecamatan atau
daerah lain. Dengan memperhatikan minat pendidikan dan pribadi siswa,
tampak bahwa sekolah menerima penghargaan dan perhatian masyarakat luas.
Keterpaduan Masyarakat: Orang tua siswa dan masyarakat setempat sering kali tidak
dilihat sebagai aset yang berharga dalam peningkatan mutu pendidikan.
Dengan melibatkan orang tua siswa, kantor pendidikan dan pemerintah,
serta pengusaha setempat, sekolah memperoleh sumber tambahan baik dalam
hal dukungan pendidikan maupun sumber-sumber keuangan tambahan untuk
pengembangan sekolah. Terdapat variasi fungsi BP3, namun
program yang paling efektif dapat memberikan pertanggungjawaban
terhadap organisasi dalam memutuskan program mana yang akan didanai.
Pada umumnya kepala sekolah menerima masukan dari para pemegang peran
mengenai cara meningkatkan sekolah. Biasanya kepala sekolah dan guru
ingin mendiskusikan masalah-masalah yang terkait dengan upaya untuk
meningkatkan mutu pembelajaran. Gagasan-gagasan tersebut akan
dirumuskan untuk menjadi program-program oleh kepala sekolah dan
dipresentasikan kepada BP3 untuk disetujui. Berdasarkan dana yang tersedia (dan sumbangan khusus dari orang tua siswa dalam hal-hal tertentu), anggota BP3
memutuskan program mana yang akan dilaksanakan pada tahun tersebut.
Selain para orang tua siswa, wakil masyarakat dapat pula berperan serta
dalam rapat tersebut khususnya apabila bantuan mereka dibutuhkan untuk
suatu proyek. Hal ini akan diikuti dengan pembentukan komite (yang
beranggotakan para pemegang peran) yang akan mengawasi pelaksanaan
program. Kepala sekolah berfungsi sebagai penasihat pada keseluruhan
proyek ini. Motivasi orang tua siswa sangat tinggi ketika mereka diberi
tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. Beberapa sekolah mencatat
adanya kenaikan sumbangan dari orang tua siswa walaupun mengalami masa
krisis ekonomi di tahun 1997-1998. Pada sekolah lain, BP3 setuju
untuk menurunkan sumbangan bulanannya karena menurunnya pendapatan
orang tua siswa selama masa tersebut. Ketika anggota BP3
diberi tanggung jawab untuk menyetujui dan memonitor pemanfaatan dana,
mereka cenderung untuk memberi sumbangan yang lebih banyak setelah
mengetahui bahwa dana tersebut dimanfaatkan secara langsung untuk
membantu sekolah.
Beberapa model "pengembangan sekolah"
memperoleh keuntungan dengan bekerja sama dengan Kandep Dikbud dan
Pemerintah Daerah setempat dalam mendukung program pendidikan atau
meningkatkan lingkungan sekolah. Sebagai contoh, ada dua sekolah yang
menerima bantuan dari Pemda setempat untuk memperbaiki gerbang sekolah.
Sekolah lain memperoleh bantuan dari pengusaha setempat dalam mendanai
pembangunan tembok sekeliling sekolah. Kemungkinan pencarian sumber
dana secara lokal dapat membantu sekolah sehingga mereka tidak
tergantung pada Depdikbud dalam pemenuhan semua kebutuhan mereka.
Ketersediaan dana yang dapat dimanfaatkan segera dapat memberi peluang
bagi sekolah untuk merencanakan pengembangan berikutnya dan pada saat
yang sama terdapat kesinambungan di tingkat sekolah.
Referensi
Lezotte, L.W (1989). Effective Schools Research Model for Planned Change. Effective Schools Products, Limited. Michigan Okemos. July 1989.
Lockheed, M.E. & Levin, H.M (1990). "Creating Effective Schools". Chapter 1 in Effective Schools in Developing Countries. H.M. Levinand M.E. Lockhead, Eds. Falmer Press. Washington, DC
Squires, D.A., Huitt, W.G., &
Segars, J.K. Effective Schools and Classrooms : A Research-Based
Perspective. Association for Supervision and Curriculum Development.
Virginia, Alexandria.
Umaedi (1999) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Directorate Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menegah, Directorate Pendidikan Menengah Umum. Indonesia, Jakarta
(Suatu Konsep Baru untuk Direktorat Menengah Umum, Februari 1999)
Lebih
dari 6 bulan kami telah menempatkan beberapa orang konsultan
international untuk menangani pengembangan konsep sekolah model. Para
konsultan tersebut telah bertemu dengan Bapak Budiono and Bapak Totok
untuk mendiskusikan tentang perhatian dan visi untuk menentukan
kebijakan. Dalam pertemuan para konsultan Pengembangan Sekolah Model,
konsep tersebut dikembangkan lebih lanjut dan rencana pelaksanaan telah
dipersiapkan oleh Pak Simon Ju. Konsep ini berawal dari konsep
tradisional yang cukup penting mengenai "sekolah model". Pandangan
tradisional tersebut mendukung untuk mengidentifikasi sekolah yang
sangat bagus, dan mengembangkannya agar memenuhi persyaratan untuk
menjadi sekolah yang "ideal". Dari diskusi lebih lanjut ternyata bahwa
pendekatan ini tidak pernah berhasil untuk dilaksanakan. Empat diantara
beberapa alasannya adalah:
- Biasanya sekolah yang sangat bagus dipilih sebagai "sekolah model", sehingga mempunyai keuntungan yang jelas dibanding sekolah biasa. Pertama-tama sekolah biasa perlu dikembangkan menjadi sekolah yang bagus, lalu kemudian mencapai kondisi yang lebih ideal untuk konsep sekolah "model". Karena sekolah yang bagus ini dikembangkan terus menerus dan bergantung pada kontribusi dari orang tua siswa serta masyarakat yang dermawan, bentuk peniruan karakteristik semacam ini sulit dilakukan di sekolah biasa.
- Pengembangan sekolah "model" memerlukan tambahan masukan seperti fasilitas, sumber-sumber pengajaran dan dana untuk mendukung upaya-upaya ekstra yang dilakukan oleh guru. Kontribusi semacam ini penting bagi sekolah. Hal ini menimbulkan masalah karena masukan yang sama dibutuhkan juga oleh sekolah lain yang ingin berkembang. Karena hal ini bukan suatu kasus, peniruan tidak mungkin dilakukan.
- Ketika menerima bantuan dalam merubah sekolah yang baik menjadi sekolah "model", mutu sekolah ikut meningkat. Namun ketika bantuan dihentikan, mutu tidak dapat dipertahankan. Sebagai contoh adalah pengalaman-pengalaman pada SMU Plus. Yang perlu diperhatikan disini adalah kesinambungannya.
- Sekolah "model" mewakili situasi yang ideal. Keanekaragaman lingkungan di Indonesia mempersulit perhatian untuk semua kondisi. Ini mewakili pendekatan dari atas ke bawah, yang mutunya ditetapkan oleh kantor pusat. Sehingga perlu dikembangkan model yang sangat umum atau model yang banyak. Hal-hal tersebut tidak mempertimbangan keistimewaaan kepala sekolah, para guru, para siswa, para orangtua dan masyarakat. Kekakuan ini melemahkan kemampuan pemindahan model.
Kenyataan ini memaksa para
konsultan untuk memandang model dari berbagai sudut pandang yang
berbeda. Kriteria pengembangan dari sudut pandang yang baru adalah
sebagai berikut:
- Perhatian harus diberikan pada sekolah biasa.
- Model harus dapat ditiru, karena pengembangan sekolah didasarkan pada sumber setempat yang tersedia dan berbagai upaya dari sumber daya manusia yang ada.
- Model harus berkelanjutan, yaitu dengan cara memberikan kebebasan kepada sekolah dan masyarakat untuk mengembangkan diri.
- Model harus mudah dipindahkan, yaitu yang bisa dilaksananan di semua sekolah, tanpa memperhatikan keadaan lingkungan dan keistimewaaan sekolah serta masyarakat.
Berdasarkan kriteria tersebut, muncul konseptualisasi pandangan baru mengenai model. Sesuatu yang tidak
didasarkan pada standar ideal, tetapi pada keadaan pembaharuan yang
dialami oleh sekolah biasa. Jika kita dapat memodelkan proses
pembaharuan tersebut, kita dapat memenuhi kriteria sebagai model
seperti yang disebut diatas. Kunci dari pendekatan ini adalah mengenali
sekolah-sekolah "biasa" yang telah melakukan pengembangan dan belajar
dari pengalaman tersebut. Data dari proses perubahan yang terjadi di
sekolah-sekolah tersebut, kemudian disusun sebagai model. Hal ini
merupakan pergeseran yang sangat penting mengenai sekolah model dari
sudut pandang tradisional. Pendekatan ini dengan jelas memenuhi
kriteria model seperti yang tercantum diatas. Pertama, didasarkan pada
sekolah nyata, yaitu sekolah biasa. Kedua, karena sekolah tersebut
membuktikan bahwa perubahan dengan memanfaatkan sumber daya setempat
adalah memungkinkan, maka akan dengan mudah dapat ditiru. Ketiga, karena sekolah dan masyarakat ikut terlibat dalam pengambilan keputusan dan mendukung pengembangan, maka akan terjadi kesinambungan dengan keterlibatan pribadi dari para pemegang peran. Keempat, karena berfokus pada model pembaharuan, maka dengan mudah dapat dialihkan untuk berbagai situasi lingkungan.
Konsep "model pembaharuan" merupakan
cara yang unik untuk melihat pengembangan sekolah. Konsep ini juga
mendukung visi Direktur Dikmenum dalam manajemen yang berbasis sekolah.
Hal ini menciptakan otonomi dan kebebasan di tingkat sekolah. Di jaman
reformasi dan krismon ini, pelimpahan tanggung jawab yang lebih besar
di tingkat sekolah menjadi faktor penting dalam pengembangan sekolah.
Desentralisasi dan pengurangan dana untuk sekolah-sekolah hanya akan
menambah kebutuhan sekolah dalam memikul tanggung jawab yang lebih
besar terhadap pengembangan sekolah. Pendekatan "Model pembaharuan"
bagi Pengembangan Sekolah Model tampaknya merupakan suatu perpaduan
yang baik untuk kondisi di Indonesia.
Komponen lain dari Pengembangan
Sekolah Model adalah upaya untuk memberikan dukungan lebih lanjut
kepada sekolah-sekolah yang termasuk dalam program ini (model
pembaharuan sekolah). Hal ini menjadi penting untuk membantu
sekolah-sekolah tersebut melalui suatu proses yang biasa untuk
pembaharuan sekolah. Setiap usaha untuk mengganti upaya ini akan
bertentangan secara alamiah dan menciptakan suatu situasi rekayasa.
Tidak hanya adanya kebutuhan untuk mendiskusikan masalah yang sedang
dihadapi sekolah serta jalan keluarnya, tetapi proses itu sendiri perlu
dipertegas. Beberapa alasannya adalah:
- Personil sekolah akan menjadi sumber daya rencana Pengembangan Sekolah Model ketika dilaksanakan pada tahun 2000.
- Pemahaman yang lebih baik tentang proses dapat mengarah pada peningkatan komunikasi dan pelaksanaan program pengembangan sekolah.
- Dengan berperan serta dalam lokakarya Pengembangan Sekolah Model, sekolah yang sedang dalam program dapat mengembangkan bahasa dari pengembangan sekolah dan membentuk dasar percontohan dan penelititan lebih lanjut mengenai pengembangan sekolah. Pada dasarnya personil tersebut akan menjadi ahli dalam mengembangkan sekolah dan sekolah mereka akan menjadi sekolah percontohan.
Upaya-upaya para konsultan selalu
difokuskan pada perbaikan mutu sekolah. Pendekatan ini memberi
kebebasan lebih kepada sekolah dan masyarakat untuk menentukan mutu dan
mendukung program yang mengarah pada pembaharuan. Hal ini untuk
memenuhi keperluan tertentu dari sekolah dan masyarakat. Dengan
memperkenankan lebih banyak peran serta setempat dalam pengambilan
keputusan, akan memperkuat potensi dari para guru, siswa, orangtua
siswa, dan anggota masyarakat dalam mengembangkan sekolah.
No.
|
Nama sekolah
|
Jumlah Wakil
Kepala Sekolah
|
Jumlah Guru
|
Jumlah Siswa
|
|||
T
|
H
|
J
|
|||||
1.
|
SMUN 1 Tigaraksa (Jawa Barat)
|
4
|
26
|
14
|
40
|
900
|
|
2.
|
SMUN 1 Labuan (Jawa Barat)
|
4
|
31
|
5
|
36
|
783
|
|
3.
|
SMUN 1 Cibeber (Jawa Barat)
|
4
|
39
|
3
|
42
|
756
|
|
4.
|
SMUN 23 Bandung (Jawa Barat)
|
4
|
51
|
13
|
64
|
1054
|
|
5.
|
SMUN 2 Wonosari ( D.I. Yogyakarta)
|
4
|
19
|
7
|
26
|
393
|
|
6.
|
SMUN 2 Playen ( D.I. Yogyakarta)
|
4
|
19
|
7
|
26
|
393
|
|
7.
|
SMUN 1 Mojoagung (Jawa Timur)
|
4
|
30
|
-
|
30
|
500
|
|
8.
|
SMUN 1 Sukadadi (Jawa Timur)
|
4
|
36
|
12
|
48
|
733
|
T : Guru Tetap
H : Guru Honorer
J : Jumlah
Para
Konsultan untuk rencana Model Pembaharuan Sekolah Menengah Umum membuat
panduan wawancara resmi untuk mengumpulkan informasi tentang proses
perubahan di sekolah-sekolah yang telah dipilih. Cara ini diambil
karena hasil kuesioner tidak menggambarkan informasi yang diinginkan.
Lebih lanjut lagi, pengalaman menunjukan bahwa pertanyaan-pertanyaan
dapat disalahartikan, dan sebagai hasilnya informasi yang terkumpul
tidak relevan. Karena jumlah sekolah hanya sedikit maka tujuannya akan
dapat tercapai. Untuk mengembangkan gambaran yang lengkap mengenai
pembaharuan dan sudut pandang dari para pemegang peran, sekolah membuat
jadwal wawancara dengan kepala sekolah, guru yang aktif dan kurang
aktif, siswa yang aktif dan kurang aktif, para orang tua yang aktif dan
kurang aktif serta tokoh masyarakat dan dalam beberapa kasus juga
dengan wakil dari Kandep. Dengan membandingkan hasil data dari
sumber-sumber tersebut, akan muncul gambaran proses pembaharuan di tiap
sekolah. Untuk memperoleh information, pertanyaan pertanyaan-pertanyaan
berikut ini dibuat sebagai pedoman untuk memperoleh informasi yang
diinginkan. Pertanyaan tambahan diberikan untuk mengumpulkan informasi
tambahan lain yang diperlukan.
- Pertanyaan 1 : Pembaharuan apa yang terjadi di lingkungan sekolah sejak kepala sekolah ini tiba ?
Pertanyaan 2 : Bagaimana perubahan-perubahan sikap guru selama periode tersebut?
Pertanyaan 3 : Bagaimana perubahan-perubahan sikap siswa selama periode tersebut?
Pertanyaan 4 : Bagaimana perubahan-perubahan sikap orangtua selama periode tersebut?
Pertanyaan 4 : Dalam hal apa keterlibatan masyarakat berubah selama periode ini?
Pertanyaan 5 : Jika besok anda ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pembaharuan apa yang akan anda rekomendasikan?
0 komentar: